Sarikat Tapanoeli, Kebangkitan Saudagar Pribumi Nusantara
Pada awal abad ke-20, geliat dunia usaha pribumi di Sumatra mulai bangkit dari keterpurukan setelah kedatangan bangsa-bangsa Eropa yang menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Nusantara. Kota-kota pelabuhan kuno seperti Barus dan Sibolga yang dahulu menjadi pusat perdagangan rempah dan kapur barus mulai memudar pamornya, tergeser oleh bandar baru seperti Medan, Penang, dan Singapura. Perubahan ini memaksa saudagar-saudagar lokal untuk berbenah dan mencari cara baru untuk bertahan di dunia perdagangan yang kini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing dan jaringan saudagar Tionghoa.
Di tengah situasi itulah muncul inisiatif dari para saudagar Tapanoeli (Tapanuli; Tapian Nauli), khususnya dari kalangan Mandailing dan Angkola, yang bermigrasi ke Medan. Mereka mendirikan sebuah perkumpulan bisnis bernama Sarikat Tapanoeli pada tahun 1905. Organisasi ini dipimpin oleh Hadji Dja Endar Moeda sebagai ketua dan Sjech Ibrahim sebagai wakil ketua. Hadji Dja Endar Moeda adalah seorang saudagar dan aktivis pergerakan asal Angkola yang sebelumnya telah melebarkan sayap usahanya hingga ke Padang dan Banda Aceh.
Sarikat Tapanoeli tidak hanya berhenti sebagai perkumpulan biasa, tetapi segera berkembang menjadi lembaga usaha berbadan hukum bernama NV Sarikat Tapanoeli. Melalui perusahaan ini, mereka berusaha merebut kembali jaringan dagang di kawasan Medan dan sekitarnya yang saat itu dikuasai oleh komunitas Tionghoa. Strategi bisnis mereka dilakukan dengan cara membangun jejaring antar saudagar, membuka jalur distribusi baru, dan menyentuh bidang-bidang yang dekat dengan kehidupan masyarakat.
Untuk memperkuat pengaruh dan promosi dagang, Sarikat Tapanoeli mendirikan surat kabar Pewarta Deli pada akhir 1909. Surat kabar ini menjadi alat penting untuk menyebarluaskan informasi perdagangan, promosi usaha, serta media pergerakan intelektual di kalangan pribumi. Dengan biaya iklan yang terjangkau, Pewarta Deli menjadi pilihan utama bagi pedagang-pedagang kecil dan menengah untuk memasarkan produk mereka.
Hadji Dja Endar Moeda yang sebelumnya juga menjadi editor surat kabar Pertja Barat di Padang, dipercaya menjadi pemimpin redaksi pertama Pewarta Deli. Surat kabar ini tak hanya memuat berita ekonomi, tetapi juga artikel pendidikan, politik, dan sosial untuk mencerdaskan masyarakat pribumi di Medan. Motto-nya, “Oentoek Sagala Bangsa”, mempertegas posisi surat kabar ini sebagai wadah informasi bagi seluruh anak negeri, terlepas dari latar belakang suku maupun agama.
Selain di bidang media, Sarikat Tapanoeli juga aktif membangun klub olahraga bernama Tapanoeli Voetbalclub sejak 1907. Klub ini menjadi wadah anak-anak muda pribumi untuk menyalurkan bakat di bidang sepak bola dan ikut serta dalam kompetisi resmi di Medan. Kehadiran klub ini tak hanya menjadi hiburan, tetapi juga alat diplomasi sosial untuk mempererat solidaritas antar komunitas pribumi yang kerap terpinggirkan di tengah kolonialisme.
Melihat kebutuhan pendidikan di kalangan masyarakat Islam Tapanoeli, Sarikat ini juga membuka sekolah swasta yang kurikulumnya dirancang untuk menyiapkan generasi muda pribumi agar mampu bersaing dalam bidang perdagangan dan pemerintahan. Sekolah ini turut menyediakan pelajaran bahasa Melayu, Arab, Belanda, serta ilmu dagang dan administrasi.
Di sektor kesehatan, Sarikat Tapanoeli mendirikan klinik kesehatan yang melayani masyarakat dengan tarif murah. Klinik ini didirikan atas kesadaran bahwa kesehatan masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi dan sosial. Fasilitas ini banyak membantu kalangan pekerja dan pedagang kecil yang selama ini sulit mengakses layanan medis.
Salah satu keunggulan Sarikat Tapanoeli adalah kemampuannya membangun jaringan keuangan lewat lembaga simpan pinjam. Lembaga ini memberi akses modal kepada saudagar kecil yang selama ini kesulitan mendapat kredit dari lembaga keuangan kolonial. Modal itu digunakan untuk memperluas usaha perdagangan, membuka kedai, hingga merintis usaha pengangkutan barang antar wilayah.
Peran Sjech Ibrahim, tokoh asal Mandailing yang menjadi kepala kampung pertama di Kota Medan sejak statusnya menjadi gemeente tahun 1905, juga sangat strategis. Ia berperan sebagai penghubung antara masyarakat Tapanoeli di Medan dengan pemerintah kolonial, sekaligus melindungi kepentingan ekonomi komunitasnya dalam berbagai perundingan dagang dan perizinan usaha.
Kegiatan Sarikat Tapanoeli membuktikan bahwa kaum pribumi mampu membangun peradaban ekonomi modern di tengah kolonialisme. Perkumpulan ini menjadi contoh model organisasi dagang yang terstruktur dan berbasis nilai solidaritas etnis, agama, dan kelas sosial. Meski sempat mendapat tekanan dari pemerintah kolonial dan saingan dari pedagang Tionghoa, Sarikat Tapanoeli tetap bertahan dengan memperluas jejaringnya hingga ke Singapura dan Penang.
Inisiatif seperti Sarikat Tapanoeli sebenarnya sejalan dengan gerakan kebangkitan nasional yang mulai tumbuh di awal abad ke-20. Kesadaran kolektif untuk merebut kedaulatan ekonomi menjadi bagian dari perjuangan politik melawan hegemoni kolonial. Sarikat ini tak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga mengemban misi sosial dalam membela kepentingan rakyat kecil.
Jejak Sarikat Tapanoeli juga turut membentuk kultur bisnis dan pergerakan sosial di Sumatra Timur. Tradisi media massa pribumi yang mereka rintis lewat Pewarta Deli, kelak menginspirasi lahirnya surat kabar-surat kabar nasionalis yang menjadi alat perjuangan kemerdekaan di kemudian hari.
Meski nama Sarikat Tapanoeli mulai redup di masa pendudukan Jepang dan pasca kemerdekaan, warisan semangat perjuangannya tetap hidup. Upaya mereka membangun ekonomi rakyat dan memberdayakan masyarakat kecil menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kemandirian ekonomi bangsa.
Sejarah Sarikat Tapanoeli mengingatkan bahwa perlawanan terhadap ketimpangan ekonomi tidak selalu harus lewat senjata, tetapi juga bisa lewat pena, perdagangan, olahraga, pendidikan, dan solidaritas sosial. Inilah bukti bahwa saudagar Nusantara pernah bangkit dan mampu bersaing di medan dagang internasional dengan cara terhormat.
Tidak ada komentar: